Kamis, Agustus 23, 2007

Wapres Ingin Gaji Guru Masuk Anggaran 20%

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menilai Undang-Undang (UU) No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) perlu direvisi. Alasannya, agar gaji guru bisa masuk dalam anggaran pendidikan 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). ”Salah satu poin dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tentunya termasuk guru,murid, proses, sekolah. Karena itu, memang seharusnya gaji guru merupakan bagian dari anggaran pendidikan,” papar Wapres seusai menerima kunjungan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe di Kantor Wapres,Jakarta,kemarin.

UU No 20/2003 Pasal 49 menyebutkan, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Akibatnya, gaji guru tidak masuk dalam anggaran pendidikan sebesar 20%. Namun, Kalla mengingatkan, pendidikan tidak hanya mempermasalahkan anggaran.

Kualitas guru serta proses belajar mengajar juga perlu diperhatikan.Wapres mencontohkan Departemen Pekerjaan Umum (PU) dan Departemen perhubungan (Dephub) yang mengukur segala sesuatu dari segi materi. ”Itu kesalahan.Anggaran 20% penting,tapi bukan anggaran yang menentukan kualitas,” tandas Kalla.

Anggaran pendidikan 20% yang belum terpenuhi pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2008 juga dimaklumi Wapres. Di samping harus memotong anggaran departemen lain, negara juga masih memiliki beban lain seperti membayar hutang.

Dalam kesempatan terpisah, Wapres menilai Gedung Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, cukup mewah. Karena itu, anggaran pendidikan yang sudah naik, jelas Kalla,tidak boleh digunakan untuk membangun kantor lagi.

”Diknas juga kantornya mewah seperti mal. Sekarang tidak boleh lagi.Saya bilang,kasih ke sekolah-sekolah anggaran yang sudah naik dua kali lipat itu,” ujar Kalla. Ketua Kaukus Pendidikan DPR Slamet Effendi Yusuf menyatakan tidak setuju dengan gagasan memasukkan gaji guru dalam anggaran pendidikan minimal 20%. ”Gaji untuk guru dan dosen itu hanya sekitar 3%. Jadi, nggak usah dimasukkan ke dalam anggaran pendidikan,” katanya kepada SINDO tadi malam.

Slamet menjelaskan, selama ini anggaran 20% hanya menjadi wacana yang belum pernah terealisasi.Karena itu, dia tidak bisa membayangkan masa depan pendidikan Indonesia kalau gaji guru dan dosen menggerogoti anggaran pendidikan. Anggota Fraksi Partai Golkar DPR itu menegaskan, kalau kebijakan anggaran pendidikan 20% tidak direalisasikan,maka selamanya bangsa Indonesia berkubang dalam kebodohan.Pihaknya menilai Pemerintah Indonesia terlalu keras kepala dengan membiarkan dunia pendidikan terus merana.

”Coba lihat Malaysia, negara itu memprioritaskan pendidikan betul. Manfaatnya, kemampuan SDM di negeri itu patut diacungi jempol.Tidak seperti negara kita yang lebih banyak mengirim TKI (tenaga kerja Indonesia) ke luar negeri ketimbang mengirim tenaga pendidik,” tandasnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Hakam berpendapat, harus dilakukan revisi UU Sisdiknas untuk bisa menerima gagasan Wapres Jusuf Kalla. Sebab dalam UU Sisdiknas yang berlaku saat ini ditegaskan bahwa anggaran pendidikan 20% tidak termasuk gaji guru dan dosen.

”Anggaran sebesar 20% murni untuk perbaikan mutu pendidikan. Maka penggunaannya hanya diperuntukkan buat perbaikan dan penambahan sarana pendidikan,” kata dia kepada SINDO di Jakarta kemarin. Hakam menegaskan,saat membuat UU Sisidiknas dulu, pertimbangan DPR tidak memasukkan gaji guru dan dosen dalam anggaran pendidikan karena mereka sudah menjadi pegawai daerah dan gajinya dibayar pemerintah daerah (pemda) setempat.

Meski demikian, gaji tersebut berasal dari APBN melalui dana alokasi umum (DAU). Karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memasukkan gaji guru dan dosen ke dalam anggaran pendidikan. ”Kalaupun mau dipaksakan, harus mengajukan usul perubahan UU Sisdiknas dulu.Tapi sepertinya usulan tersebut sulit terealisasi,” papar dia. (www.seputarindonesia.co.id/Maya Sofia/Ahmad Baidowi)

Tidak ada komentar: