Kamis, Agustus 23, 2007

Jika Pemerintah tidak Menyumbang Biaya Pendidikan

"Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya" Itulah petikan dari salah satu ayat dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat (2). Akan tetapi, apakah betul semua warga negara bisa mengenyam pendidikan apalagi menikmati pendidikan yang dibiayai pemerintah?

Jawabannya tidak. Bahkan yang terjadi sekarang justru setiap saat biaya pendidikan terus melambung tinggi. Sekolah negeri tentunya dan jangan tanya dengan sekolah swasta.
Ironis. Di saat pemerintah menuntut suksesnya wajar dikdas dan peningkatan kualitas pendidikan, di satu pihak tidak ada dukungan untuk mewujudkannya. Orang tua sepertinya harus berjuang sendiri untuk dapat mengantar anak-anaknya menjadi manusia terdidik. Dan istilah “pemerintah wajib membiayai” seakan menjadi tak bermakna.

Uang jutaan rupiah pun harus dikeluarkan para orang tua agar anak-anaknya mendapat pendidikan yang layak. Tak terkecuali bagi orang-orang yang tidak mampu. Karena semua orang tua seakan menjadi tidak mampu jika dihadapkan dengan tuntutan biaya yang begitu besar demi pendidikan anaknya.

Iwan Hermawan dari Koalisi Pendidikan Kota Bandung mengungkapkan, sedikitnya terdapat enam faktor yang menjadi penyebab mahalnya biaya sekolah. Yaitu kurangnya subsidi pemerintah, anggaran pembiayaan sekolah tidak efektif dan efisien, kurang adanya demokratisasi dan transparansi pengelolaan sekolah, lemahnya pengawasan, kurangnya kesejahteraan guru, dan tidak ada standardisasi biaya operasi sekolah.

"Subsidi sangat terbatas terlebih pemerintah Kota Bandung tahun ini tidak memberikan biaya operasional pendidikan (BOP). Akibatnya, anggaran sekolah sepenuhnya berasal dari orang tua siswa apalagi SMA atau SMK yang tidak mendapat guliran dana BOS," ujar dia dalam diskusi interaktif Forum Orang Tua siswa (Fortusis), Jumat (28/7), di Gedung Indonesia Menggugat, Jln. Perintis Kemerdekaan Bandung.

Padahal, menurut Iwan, merupakan pelanggaran jika pemerintah tidak memberikan sumbangsih dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebab selain tertulis dalam UUD 1945, di dalam UU No. 20 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) Pasal 46 pun tersurat bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. "Jadi bukan hanya orang tua yang menjadi sumber pendanaan sekolah," katanya.

Tidak adanya standardisasi biaya sekolah juga menjadi penyebab lain dari mahalnya biaya sekolah. Sebab tidak ada kontrol dari pemerintah berapa biaya yang boleh ditetapkan atau dipungut oleh pihak sekolah. Untuk itu, pemerintah dan pemerintah daerah dituntut se-gera menetapkan standardisasi biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Bab IX Pasal 62.

"Yang menjadi masalah adalah peraturan menteri yang memuat standardisasi biaya pendidikan sampai saat ini belum ada," ungkapnya. Sebagai solusi, dikatakan Iwan, orang tua harus bersikap kritis terutama pada saat rapat dengan sekolah untuk menentukan dana pendidikan. Serta harus mau menanyakan sumber-sumber pendapatan sekolah selain dari masyarakat.

Komite sekolah sebagai pengontrol juga harus diberdayakan. Jangan sampai komite yang berperan sebagai jembatan antara orang tua dan sekolah justru kehilangan fungsi tersebut dan itu yang terjadi di hampir di semua sekolah. (Pikiran Rakyat, 29 Juli 2006/Nuryani)

Tidak ada komentar: