Kamis, Agustus 23, 2007

Pemkot Bandung Sediakan Anggaran Rp 23 Miliar

Siswa Miskin Dapat Bantuan

Pemerintah Kota Bandung menyediakan anggaran Rp 23 miliar sebagai bantuan pendidikan bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Bantuan yang diberi nama ”Bantuan Wali Kota Khusus ke Sekolah ” (Bawaku ke Sekolah) itu diberikan dalam bentuk biaya pendidikan bagi 67.250 siswa tidak mampu dan pembukaan sekolah gratis.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bandung Oji Mahroji menyampaikan hal itu kepada wartawan usai diskusi "Akses Pendidikan untuk Rakyat Miskin", di gedung Indonesia Menggunggat (GIM), Jln. Perintis Kemerdekaan Bandung, Senin (4/6). Bantuan biaya pendidikan untuk siswa tidak mampu diberikan kepada lebih kurang 30.000 siswa SD, 22.000 siswa SMP, dan sisanya untuk siswa SMA/SMK negeri ataupun swasta. Masing-masing, SD sebesar Rp 200.000,00/siswa/tahun, SMP Rp 350.000,00/siswa/tahun, SMA Rp 400.000,00/siswa/tahun, dan SMK Rp 450.000,00/siswa/tahun. Sedangkan sekolah gratis akan segera dibuka di kawasan pinggiran Kota Bandung sebanyak 13 SD, 1 SMP, dan 1 SMA.

Bantuan tersebut, menurut Oji, merupakan subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin yang diharapkan mendorong sekolah untuk membebaskan biaya pendidikan kepada mereka.
Oji meminta sekolah segera melaporkan jumlah siswa miskin yang mendaftar ke sekolah yang bersangkutan, kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung pada Agustus mendatang, agar Disdik dapat segera melakukan verifikasi data untuk penyesuaian bantuan yang akan diberikan.

Sesuai dengan jadwal pendaftaran yang sudah ditetapkan dalam peraturan wali kota penerimaan siswa baru (Perwal PSB) 2007/2008, pendaftaran untuk siswa miskin dijadwalkan pada 11-16 Juni, dengan pelaksanaan seleksi selambat-lambatnya 18-23 Juni.
Seleksi berupa surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang disahkan dengan kartu keluarga serta Kartu Kendali Sekolah Anak (KKSA). Bila verifikasi data sudah selesai, sekolah akan melakukan kunjungan ke rumah.

"Jadi, calon siswa dapat mendaftarkan diri ke sekolah negeri ataupun swasta yang dekat dengan domisili tempat tinggalnya dalam satu kecamatan atau kecamatan tetangganya. Setelah diterima di sekolah, calon siswa harus dibebaskan dari biaya sekolah," ujarnya. Ditambahkan, bantuan tersebut tidak mengganggu bantuan lain yang sebelumnya ada seperti bantuan operasional sekolah (BOS) yang diberikan pemerintah pusat. Sedangkan kuotanya termasuk kuota 10% siswa yang terjaring dari jalur tidak mampu pada PSB.

Tunggu data
Wakil Ketua Harian Panitia Anggaran DPRD Kota Bandung Ade Koesyanto yang dihubungi via telefon semalam mengatakan, dana Rp 23 miliar tersebut masuk dalam pos untuk Dinas Pendidikan. Namun hingga saat ini belum dicairkan, karena masih menunggu data akurat siswa tidak mampu dengan kriteria ketidakmampuan yang jelas dari Disdik Kota Bandung.

"Hingga saat ini pihak disdik belum menyerahkan data yang akurat tentang siswa SD, SMP, dan SMA yang tidak mampu di Kota Bandung. Ini merupakan dana yang besar, jadi kami ingin dana ini tepat sasaran," tuturnya.

Ade juga berharap Disdik Kota Bandung sudah menyerahkan data tersebut kepada dewan sebelum Juni. "Ya pokoknya sebelum tahun ajaran baru saja. Karena, biaya sekolah itu banyak dibutuhkan pada tahun ajaran baru," katanya lagi. Ia juga mengatakan, dana pembiayaan untuk siswa tidak mampu tersebut akan digulirkan setiap tahun. "Kami akan terus gulirkan dana ini dan berharap angkanya akan semakin besar tiap tahunnya," tutur Ade.

Sebab, jika pemerintah memang mencanangkan wajib belajar 9 tahun, maka sudah kewajiban pemerintah pula untuk menggratiskan pendidikan hingga setidaknya sampai tingkat SMP.
Ketika ditanya apakah di tahun berikutnya dana itu akan diberikan untuk siswa lain atau diteruskan kepada siswa yang sudah dapat tahun ini, Ade menjawab, "Ya, tentu saja yang tahun ini dan yang baru juga kalau bisa."

Untuk anak-anak yang sudah dapat tahun ini, jika pada tahun depan masih sekolah, maka masih akan dapat. "Masa tahun ini sekolah tahun depan putus sekolah. Pokoknya selama dia masih masuk kriteria tidak mampu akan terus kita biayai," ucapnya.

Sangat minim
Sementara itu, pakar hukum Indra Prawira menilai, akses pendidikan untuk rakyat miskin di Kota Bandung masih sangat minim. Penetapan kuota 10% dari jalur tidak mampu pada penerimaan siswa baru (PSB) masih bercampur dengan siswa yang masuk dari jalur prestasi (nonakademis). Padahal seharusnya, pemerintah memberikan kuota tersebut total hanya untuk siswa miskin.

Menurut dia, mendapatkan pendidikan yang layak adalah hak. Jika pemerintah tidak memberikan hak tersebut kepada rakyat, sudah seharusnya rakyat menggugat pemerintah.
Namun karena pemahaman hukum masyarakat masih lemah, pelanggaran-pelanggaran hak yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat, dibiarkan begitu saja. Bahkan, DPRD sebagai wakil rakyat yang seharusnya ikut memikirkan rakyat, malah berpikir untuk dirinya sendiri. "Kondisi seperti ini harus dibongkar. Kemauan politik pemerintah harus jelas. Berikan hak pendidikan itu sebagaimana layaknya kepada rakyat. Jika tidak, rakyat tidak bisa membiarkan keadaan ini terus berlangsung," ucap Indra.

Salah satu political will yang dapat diterapkan pemerintah dalam memberikan akses pendidikan kepada rakyat miskin, menurut Indra, setiap sekolah negeri ataupun swasta wajib menyediakan kuota 10% bagi siswa miskin yang berada di sekitar sekolah. Selain itu, gratiskan biaya pendidikan. "Pemerintah kita ini terlalu banyak komitmen sedangkan konsistensinya minim. Berbeda dengan pemerintah Malaysia, mereka komitmennya rendah tapi konsistensinya tinggi," ujarnya.

Senada dengan itu, anggota Komisi D DPRD Kota Bandung Arif Ramdani menyebutkan, jangankan untuk memberikan bantuan, pendataan masyarakat miskin saja sulit dilakukan. Pemerintah Kota Bandung belum mempunyai data yang pasti jumlah masyarakat miskin di wilayahnya.

Berbeda dengan Jimbaran Bali, seluruh rakyat miskin sudah terdata bahkan teregistrasi sehingga tidak sulit bagi pemerintah saat akan memberikan bantuan.
Dalam hal penyusunan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS), Arif mengatakan, pemerintah seharusnya mencari terobosan sistem evaluasi agar efisiensi APBS dapat dirasakan masyarakat. "Tapi karena evaluasi terhadap APBS yang dibuat sekolah oleh Disdik lemah, biaya pendidikan menjadi tinggi. Rakyat miskin sulit untuk mendapatkan pendidikan," ujarnya.

Pantau bersama
Sementara itu, perihal masih adanya pungutan biaya walaupun pemerintah sudah mengeluarkan berbagai bantuan seperti BOS, Oji menjelaskan, hal itu terjadi karena jumlah anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) di atas jumlah dana BOS yang diterima sekolah yang bersangkutan.

Oji mengakui, pihaknya tidak dapat ikut campur lebih jauh dalam penetapan APBS karena hal itu sudah merupakan kewenangan sekolah masing-masing. Namun demikian, dengan adanya BOS, sedikitnya sudah 30% SD dan 1 SMP di Kota Bandung dapat menggratiskan biaya pendidikan bagi siswanya. Seperti yang terjadi di SD Hanura, SD Sondariah, SD Blok Sawah, dll.

"Untuk itu saya meminta agar masyarakat ikut memantau penggunaan dana-dana bantuan tersebut di sekolah sehingga efisiensi dan efektivitasnya dapat dirasakan," ujar Oji.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang jumlah 67.250 siswa miskin, Oji mengatakan, hal itu merupakan data yang berhasil dikumpulkan Disdik Kota Bandung tahun 2005.

Jika jumlah tersebut bertambah, kemungkinan besar pemerintah akan menetapkan skala prioritas. Karena pemerintah hanya memberikan bantuan sesuai jumlah yang sudah ditetapkan. "Inilah kesulitan yang kita hadapi. Pemerintah tidak mungkin memberikan bantuan kepada seluruh masyarakat miskin yang ada karena dana yang tersedia sangat terbatas," ujarnya. (Pikiran Rakyat, 5 Juni 2007/A-148/A-154)

Tidak ada komentar: